Senin, 30 Mei 2016



MAKALAH
MAQASID AL-SYARIAH

                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                               
DISUSUN OLEH:

KELOMPOK XI
1.APRILIA PURNAMA WATI (1501060929)
2.MULIATI  (15010609)
3. KHAIRIL ANAM (15010609)




JURUSAN  PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH (PGMI)
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN (FITK)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
 MATARAM
2016

KATA PENGANTAR
Alhamdulillah segala Puji bagi Allah SWT, karena berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun dan menyelesaikan makalah yang berjudul “MAQASID AL-SYARIAH” tepat pada waktunya.
Salawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabiyullah Muhammad SAW yang telah membawa dan membimbing kita ke jalan yang diridhoi Allah SWT . Terimakasih kami ucapkan kepada Dosen yang telah  menugaskan penyusunan makalah ini kepada kami.
Makalah ini masih jauh dari sempurna baik dari segi ilmu maupun penulisannya, oleh karena itu diharapkan tegur sapa yang membangun dalam usaha penyempurnaan dan upaya-upaya kearah tersebut akan sangat diperhatikan dan dihargai. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat. Amin ya robbal alamin.






                          Mataram,24 Maret 2016

                        
                                    Kelompok XI
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................................
DAFTAR ISI.................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................
A.    LATAR BELAKANG .....................................................................................
B.     RUMUSAN MASALAH..................................................................................
C.    TUJUAN PENULISAN....................................................................................
BAB II PEMBAHASAN..............................................................................................
A.    MEMAHAMI PENGERTIAN MAQASID AL-SYARIAH………………
B.     MENGETAHUI  MACAM-MACAM  DARI  MAQASID  AL-SYARIAH
BAB III PENUTUP......................................................................................................
KESIMPULAN ............................................................................................................















BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
     Perlu diketahui bahwa syariah tidak menciptakan hokum-hukunnya dengan kebetulan,tetapi hukum-hukum itu bertujuan untuk mewujudkan maksud-maksud yang umum.Kita yidak dapat memahami nash-nash yang hakiki kecuali mengetahui apa yang dimaksud oleh syara’dalam menciptakan nash-nash itu.Petunjuk-petunjuk lafadz dan ibaratnya terhadap makna sebenarnya kadang-kadang menerima beberapa makna yang ditarjihkan yang salah satu maknanya adalah mengetahui maksud syara’.Ulama ushul fikih juga menyimpulkan bahwa nash Al-Qur’an dan Hadist nabi selain menunjukkan hukum melalui bunyi bahasanya juga melaui ruh tasry’I atau maasid al-syariah atau (tujuan hukum).Berangkat dari Maqasid syariah maka istinbat hukum dapat dikembangkan untuk menjawab permasalahan-permasalahan yang tidak terjawab oleh kebahasaan dalam Al-Qur’an dan hadist melalui Qiyas istilah maslahah mursalah dan urf yang juga dapat disebut sebagai dalil,Abdul Wahab Khallaf dalam bukunya ilmu ushul fikih menegaskan pentingnya mengetahui tujuan umum hukum syariat karena dapat berfungsi sebagai alat bantu untuk mengetahui nas dan penerapannya terhadap peristiwa yang tidak ada hukumnya. Berikut ini akan diuraikan tentang Maqasid al-syariah dan perannya dalam pembentukan hukum.
B.RUMUSAN MASALAH
1.      Apakah pengertian dari Maqasid Al-Syariah itu?
2.      Apa sajakah macam-macam dari Maqasid Al- Syariah ?
C.TUJUAN PENULISAN
1.      Mengetahui dan memahami pengertian dari Maqasid Al-Syariah
2.      Mengetahui dan memahami  macam –macam dari Maqasid AL-Syariah









BAB II
PEMBAHASAN
A.      Pengertian Maqasid Al-Syariah.
Secara bahasa maqasid al-syariah berarti tujuan hukum syariat.Sedangkan secara lughawi maqasid al-syariah terdiri dari dua kata yakni maqasid dan syariah.Maqasid adalah Secara lughawi maqasid al syari’ah terdiri dari dua kata, yakni maqasid dan syari’ah. Maqasid adalah bentuk jama’ dari maqsud yang berarti kesengajaan atau tujuan. Syari’ah secara bahasa berarti المواضع تحدر الى الماء yang berarti jalan menuju sumber air. Jalan menuju air ini dapat dikatakan sebagai jalan kearah sumber pokok kehidupan. Dalam karyanya al-Muwafaqat, al-Syatibi mempergunakan kata yang berbeda-beda berkaitan dengan maqasid al-syari’ah. Kata-kata itu ialah maqasid al-syari’ah, al-maqasid al-syar’iyyah fi al-syari’ah, dan maqasid min syar’i al-hukum.
Menurut al-Syatibi sebagai yang dikutip dari ungkapannya sendiri:
هذه الشريعة...وضعت لتحقيق مقاصد الشارع فى قيام مصالحهم فى الدين والدنيا معا[1][6]
“ Sesungguhnya syariat itu bertujuan untuk mewujudkan kemaslahatan manusia di dunia dan di akhirat.”
Dalam ungkapan yang lain dikatakan oleh al-Syatibi
الآحكام مشروعة لمصالحالعباد[2][7]
“Hukum-hukum disyari’atkan untuk kemaslahatan hamba."
Jadi, maqashid merupakan tujuan yang ingin dicapai dalam melakukan sesuatu. Terdapat berbagai pendefinisian telah dilontarkan oleh ulama usul fiqh tentang istilah maqasid. Ulama klasik tidak pern mengemukakan definisi yang spesifik terhadap maqasid, malah al-Syatibi yang terkenal sebagai pelopor ilmu maqasid pun tidak pernah memberikan definisi tertentu kepadanya. Namun ini tidak bermakna mereka mengabaikan maqasid syara' di dalam hukum-hukum syara'. Berbagai tanggapan terhadap maqasid dapat dilihat di dalam karya-karya mereka. Kita akan dapati tanggapan ulama klasik yang pelbagai inilah yang menjadi unsur di dalam definisi-definisi yang dikemukakan oleh ulama mutakhir selepas mereka. Apa yang pasti ialah nilai-nilai maqasid syara' itu terkandung di dalam setiap ijtihad dan hukum-hukum yang dikeluarkan oleh mereka. Ini karena nilai-nilai maqasid syara' itu sendiri memang telah terkandung di dalam al-Quran dan al-Sunnah.
Ada yang menganggap maqasid ialah maslahah itu sendiri, sama dengan menarik maslahah atau menolak mafsadah.Ibn al-Qayyim menegaskan bahwa syariah itu berasaskan kepada hikmah-hikmah dan maslahah-maslahah untuk manusia di dunia atau di akhirat.Perubahan hukum yang berlaku berdasarkan perubahan zaman dan tempat adalah untuk menjamin syariah dapat mendatangkan kemaslahatan kepada manusia. Sementara Al-Izz bin Abdul Salam juga berpendapat sedemikian apabila beliau mengatakan "Syariat itu semuanya maslahah, menolak kejahatan atau menarik kebaikan…".
Ada juga yang memahami maqasid sebagai lima prinsip Islam yang asas yaitu menjaga agama, jiwa, akal , keturunan dan harta. Di satu sudut yang lain, ada juga ulama klasik yang menganggap maqasid itu sebagai logika pensyariatan sesuatu hukum.
Kesimpulannya maqasid syariah ialah "matlamat-matlamat yang ingin dicapai oleh syariat demi kepentingan umat manusia". Para ulama telah menulis tentang maksud-maksud syara’, beberapa maslahah dan sebab-sebab yang menjadi dasar syariah telah menentukan bahwa maksud-maksud tersebut dibagi dalam dua golongan sebagai berikut:
a.)    Golongan Ibadah, yaitu membahas masalah-masalah Ta’abbud yang berhubungan langsung antara manusia dan khaliqnya, yang satu persatu nya telah dijelaskan oleh syara’.
b.)    Golongan Muamalah Dunyawiyah, yaitu kembali pada maslahah-maslahah dunia, atau seperti yang ditegaskan oleh Al Izz Ibnu Abdis Salam sebagai berikut:
“Segala macam hukum yang membebani kita semuanya, kembali kepada maslahah di dalam dunia kita, ataupun dalam akhirat. Allah tidak memerlukan ibadah kita itu. Tidak memberi manfaat kepada Allah taatnya orang yang taat, sebagaimana tidak memberi mudarat kepada Allah maksiatnya orang yang durhaka”.
Akal dapat mengetahui maksud syara’ terhadap segala hukum muamalah, yaitu berdasarkan pada upaya untuk mendatangkan manfaat bagi manusia dan menolak mafsadat dari mereka. Segala manfaat ialah mubah dan segala hal mafsadat ialah haram. Namun ada beberapa ulama, diantaranya, Daud Azh – Zhahiri tidak membedakan antara ibadah dengan muamalah.
2.      Macam-Macam Maqasid al-Syariah
Beberapa ulama ushul telah mengumpulkan beberapa maksud yang umum dari mensyari’atkan hukum menjadi tiga kelompok, yaitu:
a.)    Syariat yang berhubungan dengan hal-hal yang bersifat kebutuhan primer manusia (Maqashid al- Dharuriyat)
Hal-hal yang bersifat kebutuhan primer manusia seperti yang telah kami uraikan adalah bertitik tolak kepada lima perkara, yaitu: Agama, jiwa, akal, kehormatan (nasab), dan harta. Islam telah mensyariatkan bagi masing-masing lima perkara itu, hukum yang menjamin realisasinya dan pemeliharaannya. lantaran dua jaminan hukum ini, terpenuhilah bagi manusia kebutuhan primernya.
1)      Agama
Agama merupakan persatuan akidah, ibadah, hukum, dan undang-undang yang telah disyariatkan oleh Allah SWT untuk mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya (hubungan vertikal), dan hubungan antara sesama manusia (hubungan horizontal). agama Islam juga merupakan nikmat Allah yang tertinggi dan sempurna seperti yang dinyatakan dalam Al-Qur’an surat al-Maidah : 3
”pada hari Ini Telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan Telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan Telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu”.
Beragama merupakan kekhususan bagi manusia, merupakan kebutuhan utama yang harus dipenuhi karena agama lah yang dapat menyentuh nurani manusia. seperti perintah Allah agar kita tetap berusaha menegakkan agama, seperti firman-Nya dalam surat Asy-syura :  ayat 13.
Agama Islam juga harus dipelihara dari ancaman orang-orang yang tidak bertanggung jawab yang hendak meruska akidahnya, ibadah-ibadah akhlaknya,atau yang akan mencampur adukkan kebenaran ajaran islam dengan berbagai paham dan aliran yang batil. walau begitu, agama islam memberi perlindungan dan kebebasan bagi penganut agama lain untuk meyakini dan melaksanakan ibadah menurut agama yang diyakininya, orang-orang islam tidak memaksa seseorang untuk memeluk agama islam. hal ini seperti yang telah ditegaskan Allah dalam firman-Nya dalam surat al-Baqarah : 256.

2)      Memelihara Jiwa
Islam melarang pembunuhan dan pelaku pembunuhan diancam dengan hukuman Qisas (pembalasan yang seimbang), diyat (denda) dan kafarat (tebusan) sehingga dengan demikian diharapkan agar seseorang sebelum melakukan pembunuhan, berfikir secara dalam terlebih dahulu, karena jika yang dibunuh mati, maka seseorang yang membunuh tersebut juga akan mati, atau jika yang dibunuh tersebut cidera, maka si pelakunya akan cidera yang seimbang dengan perbuatannya.
Banyak ayat yang menyebutkan tentang larangan membunuh, begitu pula hadist dari nabi Muhammad, diantara ayat-ayat tersebut adalah :
1)      Surat Al-Baqarah ayat 178-179
2)      Surat al-an’am ayat 151
3)      Surat Al-Isra’ ayat 31
4)      Surat Al-Isra’ ayat 33
5)      Surat An-Nisa ayat 92-93
6)      Surat Al-Maidah ayat 32.
Berikut ini adalah salah satu contoh ayat yang melarang pembunuhan terjadi di dunia, yaitu surat Al-Isra’ ayat 33
 “Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar[853]. dan barangsiapa dibunuh secara zalim, Maka Sesungguhnya kami Telah memberi kekuasaan[854] kepada ahli warisnya, tetapi janganlah ahli waris itu melampaui batas dalam membunuh. Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat pertolongan”.
3)      Memelihara Akal
Manusia adalah makhluk yang paling sempurna diantara seluruh makhluk ciptaan Allah yang lainnya. Allah telah menciptakan manusia dengan sebaik-baik bentuk, dan melengkapi bentuk itu dengan akal.   
Untuk menjaga akal tersebut, Islam telah melarang minum Khomr (jenis menuman keras) dan setiap yang memabukkan dan menghukum orang yang meminumnya atau menggunakan jenis apa saja yang dapat merusak akal.
Begitu banyak ayat yang menyebutkan tentang kemuliaan orang yang berakal dan menggunakan akalnya tersebut dengan baik. Kita disuruh untuk memetik pelajaran kepada seluruh hal yang ada di bumi ini, termasuk kepada binatang ternak, kurma, hingga lebah, seperti yang tertuang dalam surat An-Nahl ayat 66-69.
“66.  Dan Sesungguhnya pada binatang ternak itu benar-benar terdapat pelajaran bagi kamu. kami memberimu minum dari pada apa yang berada dalam perutnya (berupa) susu yang bersih antara tahi dan darah, yang mudah ditelan bagi orang-orang yang meminumnya.
67.  Dan dari buah korma dan anggur, kamu buat minimuman yang memabukkan dan rezki yang baik. Sesunggguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang memikirkan.
68.  Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah: "Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia",
69.  Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang Telah dimudahkan (bagimu). dari perut lebah itu ke luar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan”.
4)      Memelihara Keturunan
Untuk memelihara keturunan, Islam telah mengatur pernikahan dan mengharamkan zina, menetapkan siapa-siapa yang tidak boleh dikawini, sebagaimana cara-cara perkawinan itu dilakukan dan syarat-syarat apa yang harus dipenuhi, sehingga perkawinan itu dianggap sah dan percampuran antara dua manusia yang berlainan jenis itu tidak dianggap zina dan anak-anak yang lahir dari hubungan itu dinggap sah dan menjadi keturunan sah dari ayahnya. Islam tak hanya melarang zina, tapi juga melarang perbuatan-perbutan dan apa saja yang dapat membawa pada zina.
5)      Memelihara harta benda
Meskipun pada hakikatnya semua harta benda itu kepunyaan Allah, namun Islam juga mengakui hak pribadi seseorang. Oleh karena manusia sangat tama’ kepada harta benda, dan mengusahakannya melalui jalan apapun, maka Islam mengatur supaya jangan sampai terjadi bentrokan antara satu sama lain. Untuk itu, Islam mensyariatkan peraturan-peraturan mengenai mu’amalat seperti jual beli, sewa menyewa, gadai menggadai dll.
b.)    Syariat yang berhubungan dengan hal-hal yang bersifat kebutuhan sekunder manusia (Maqashid al-Hajiyat)
Hal-hal yang bersifat kebutuhan sekunder bagi manusia bertitik tolak kepada sesuatu yan gdapat menghilangkan kesempitan manusia, meringankan beban yan gmenyulitkan mereka, dan memudahkan jalan-jalan muamalah dan mubadalah (tukar menukar bagi mereka). Islam telah benar-benar mensyariatkan sejumlah hukum dalam berbagai ibadah, muamalah, dan uqubah (pidana), yang dengan itu dimaksudkan menghilangkan kesempitan dan meringankan beban manusia.
Dalam lapangan ibadah, Islam mensyariatkan beberapa hukum rukhsoh (keringanan, kelapangan) untuk meringankan beban mukallaf apabila ada kesullitan dalam melaksanakan hukum azimah (kewajiban). contoh, diperbolehkannya berbuka puasa pada siang bulan ramadhan bagi orang yang sakit atau sedang bepergian.
Dalam lapangan muamalah, Islam mensyariatkan banyak macam akad (kontrak) dan urusan (tasharruf) yang menjadi kebutuhan manusia. seperti, jual beli, syirkah (perseroan), mudharobah (berniaga dengan harta orang lain) dll.
c.)    Syariat yang berhubungan dengan hal-hal yang bersifat kebutuhan pelengkap manusia (Maqashid al-Tahsini)
Dalam kepentingan-kepentingan manusia yang bersifat pelengkap ketika Islam mensyariatkan bersuci (thaharah), disana dianjurkan beberapa hal yang dapat menyempurnakannya. Ketika Islam menganjurkan perbuatan sunnat (tathawwu’), maka Islam menjadikan ketentuan yang di dalamnya sebagai sesuatu yang wajib baginya. Sehingga seorang mukallaf tidak membiasakan membatalkan amal yang dilaksanakannya sebelum sempurna .
Ketika Islam menganjurkan derma (infaq), dianjurkan agar infaq dari hasil bekerja yang halal. Maka jelaslah, bahwa tujuan dari setiap hukum yang disyariatkan adalah memelihara kepentingan pokok manusia, atau kepentingan sekundernya atau kepentingan pelengkapnya, atau menyempurnakan sesuatu yang memelihara salah satu diantara tiga kepentingan tersebut.







BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Maqasid syariah ialah matlamat-matlamat yang ingin dicapai oleh syariat demi kepentingan umat manusia.
Beberapa ulama ushul telah mengumpulkan beberapa maksud yang umum dari menasyri’atkan hukum menjadi tiga kelompok, yaitu:
a.)    Syariat yang berhubungan dengan hal-hal yang bersifat kebutuhan primer manusia. Kebutuhan primer ini dibagi menjadi lima, yaitu agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta
b.)    Syariat yang berhubungan dengan hal-hal yang bersifat kebutuhan sekunder manusia. Kebutuhan ini yang dapat memperlancar hubungan antar manusia, seperti muamalah, mubadalah ibadah secara horizontal, dll.
c.)    Syariat yang berhubungan dengan hal-hal yang bersifat kebutuhan pelengkap manusia.


















                                                                                                                                       DAFTAR PUSTAKA
Abdul Wahab Khallaf, Kaidah-kaidah Hukum Islam Abdul Wahab Khallaf, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1996
Hammad al-Obeidi, al-Syatibi wa Maqasid al-Syariah, Mansyurat Kuliat al-Da'wah al-Islamiyyah, Tripoli, cet. Pertama, 1401H/1992
Ibn Qayyim al-Jauziyyah, I'lam al-Muwaqqi'in, Beirut, Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1996, jilid 3
Ismail Muhammad Syah, Filsafat Hukum Islam, Bumi aksara, Jakarta, 1992
Khairul Umam dan Ahyar Aminudin, Ushul Fiqih II, Pustaka Setia, Bandung, 2001
Muhammad Fathi al-Duraini, al-Manahij al-usuliyyah, Beirut, Muassasah al-Risalah, 1997
Nuruddin Mukhtar, al-Khadimi, al-Ijtihad al-Maqasidi,Qatar , 1998

           




Tidak ada komentar:

Posting Komentar